Kamis, 03 September 2015

Keputusan


            “Lex, makasih ya atas selama ini, aku gak pernah menyesal mencintaimu, aku gak pernah menyesal pernah mennyayangimu, biarlah ini menjadi kenangan kita, kini pergilah, kejarlah cita-citamu jangan sampai aku menjadi penghalangnya dan carilah wanita yang baik, yang akan membuatmu bahagia, sekali lagi terimakasih lex.”
            Masih teringat jelas kata-kata terkahir yang diucapkan Nisa kepadaku. Sama sekali tak pernah aku mengira kisah cintaku dengan Nisa akan berakhir seperti ini. Diputusan dengan alasan yang tidak jelas. Begitu banyak pertanyaan yang muncul dibenakku, tapi tak satupun yang dapat kusampaikan padanya.
            Kejadian ini sangat memukul hatiku, galau, sepanjang hari melamun tidak jelas. Terlihat tatapan kosong yang terlihat dari mataku. Kesana kemari tanpa arah dan tujuan yang jelas. Seperti seseorang yang benar-benar kehilangan jalan, tak tau harus kemana dan tak tau kepada siapa harus bertanya. Yang kulihat sekarang hanya kehampaan, kosong, semua hilang sirna tak terbekas dalam diri ini. Hanya rasa sakit, sakit hati hati yang kurasakan.
            Apakah ini resiko Cinta ? Rasa sakit hati yang tak terhingga. Bukankah cinta itu indah ? Bukankah cinta yang membawa kebahagian ? Atau hanya sebuah kata-kata saja ? Entahlah, aku tidak tahu.
            Disini, di tanah rantau aku hanya sendiri. Tak banyak orang yang aku kenal, hanya beberapa teman kos dan teman kuliah yang aku belum tau karakternya. Selagi menunggu kegiatan kuliah, aku hanya merenung tak banyak kegiatan yang aku lakukan. Bangun tidur, nonton tv, tidur lagi, nonton tv, dan tidur lagi. Dan berusaha beradaptasi dengan lingkungan yang baru dengan orang yang baru.
            Di suatu malam yang dingin di musim kemarau, aku sendiri, berdiri di halaman depan kosku hanya ditemani beberapa bintang yang berkelap kelip menghiasi gelapnya langit. Aku sudah bosan dengan kegalauan ini, apa yang harus aku lakukan supaya terbebas dari kegalauan ini ? pertanyaan ini beberapa kali muncul dalam benakku. Namun, tak satupun jawaban yang terlintas dalam diri ini. Setelah beberapa puntung  rokok habis, sebuah jawaban terlintas di dalam otakku.
            “Minumlah minuman keras ! maka kamu tidak galau lagi !” Kata dalam diriku.
            “Apakah benar ? apakah dengan itu aku bisa terbebas dari kegalauan ini ?” Tanya diriku yang lain.
            “Benar, kamu akan terbang, melayang, beban mu akan hilang” Jawab diriku.
            “Tapi, bukankah minum minuman keras itu berdosa ?” Tanya diriku yang lain lagi.
            “Dosa ??? Apa perdulinya dosa ? yang penting kamu sudah tidak galau lagi !” Jawab diriku.
            “Baiklah, aku akan mencari minuman keras supaya aku dapat terhindar dari kegalauan ini.”
            Itulah keputusan diriku yang memilih minuman keras supaya aku terhindar dari kegalauan ini dan tak memperdulikan betapa besar dosa yang akan aku tanggung nantinya.
            Setelah aku habiskan puntung rokok yang terakhir aku bergegas untuk mencari penjual minuman keras. Ketika itu hari sudah larut sekitar pukul 23.30. Aku tak tahu harus mencari. Kulihat supermarket-supermarket sudah tutup, yang biasanya buka 24 jam sekarang tutup juga. Akhirnya aku putuskan untuk berhenti di sebuah angkringan yang tidak terlalu ramai.
            “Pak, susu jahe setunggal !” Aku memesan kepada bapak yang berjualan.
            “Di bungkus nopo di unjuk mriki mas ?” Tanya bapaknya.
            “Unjuk mriki pak.” Jawabku.
            Lalu aku menuju tempat duduk lesehan yang hanya bercahayakan lampu jalanan yang remang-remang. Disana aku hanya diam tertunduk nampak lesu dan tak bertenaga. Tiba-tiba seorang kakek tua menghampiri ku dan berkata.
            “Boleh duduk sini dek ?” Tanya bapaknya.
            “Oh, silahkan pak, monggo.” Sahutku.
            Aku terheran-heran kenapa kakek ini mau duduk disini, padahal masih banyak tempat duduk yang lain. Bukannya tidak mau berbagi tempat dengannya, cuma aneh saja menurutku. Kemudian kakek itu bertanya kepadaku.
            “Sendiri aja dek ?”
            “Iya pak, lagi nyari udara segar.” Jawabku, dengan memanggilnya pak, tidak enak juga memanggilnya kakek karena belum cukup tua juga untuk disebut kakek.
            “Lagi, ada masalah ya dek ?” Tanya bapaknya.
            “Haha.. enggak pak” Jawabku dengan bohong. Pikirku dalam hati bagaimana dia tau kalo aku sedang ada masalah.
            “Gapapa dek kalo kamu gak mau jujur, bapak sudah tau kalo kamu lagi punya masalah. Ya biasa sekarang anak muda banyak yang galau…”
            Dia terdiam sejenak menghela nafas. Aku hanya diam memerhatikan perkataannya.
            “Begitu banyak anak muda yang galau karena cinta, dan ketika mereka galau mereka akan menuruti segala egonya, segala kemarahanya. Tak peduli dengan akibat yang ditimbulkan setelah hari esok.
            “Mereka akan menyesali keputusannya ketika tua nanti. Mungkin mereka sekarang belum sadar, tetapi ketika tua nanti pasti mereka akan menyadari kesalahannya.” Perkataannya berhenti sampai disitu. Lalu akupun mencoba untuk berkata jujur dengan pak tua tersebut.
            “Iya pak, sebenarnya aku lagi galau karena putus cinta pak.” Kataku lirih.
            “Aku berniat minum minuman keras untuk menghilangkan kegalauan ini pak, namun sebelum aku menuntaskan keinginanku ini, ternyata toko-toko sudah tutup, jadi aku belum jadi untuk minum minuman keras itu pak.” Lanjutku.
            “Alahmdullilah nak, kamu belum terlambat. Urungkanlah niatmu itu nak. Tidak akan bermanfaat barang seperti itu, hanya akan menambah kegalauanmu.” Kata pak tua.
            “Kalau kamu bersikeras untuk melakukan hal itu, maka kamu hanya akan sepertiku yang tak mampu membenduk ego ku ketika muda dulu.
            “Dulu aku juga seperti kamu galau, dan tidak tau harus kemana aku mencurahkan isi hatiku, dan akhirnya barang itulah yang aku pilih. Kini setiap detik dalam hidupku hanya ku habiskan untuk menyesali perbuatanku itu nak.” Lanjut pak tua.
            “Iya pak aku sudah mengurungkan niat itu pak, sudah aku buang jauh-jauh dari otakku pak.” Jawabku.
            “Lalu apa yang harusnya aku lakukan pak ?” Tanyaku.
            “Aku tau kau adalah orang perantau yang jauh dari rumah. Sekarang dia yang dulu kau cintai juga sudah jauh disana. Lupakanlah dia nak, jadikanlah pelajaran dalam hidupmu. Jangan kau sia-sia kan masa mudamu hanya untuk kegalauan seperti ini. Kini kau berada di sini, tutuplah buku yang dulu, dan buatlah cerita yang baru di sebuah buku yang baru. Jangan kau takut untuk melangkah kedepan, jika kau tak mampu untuk melangkahkan kakimu, maka kau akan terjebak selamanya disitu dan tak akan beranjak. Hanya ada kegalauan dalam hidupmu. Kini kau di tempat yang baru, dengan orang yang baru, dengan suasana yang baru. Dengan itu cipatakanlah mimpi-mimpi disini bersama orang-orang yang mendukungmu.”
            “Iya pak, sekarang aku tahu apa yang harus aku lakukan. Terimakasih pak.” Begitu kataku sebelum aku meninggalkan pak tua.
            Begitu malam itu aku habiskan, kini aku mengerti apa artinya pengalaman, apa pentingnya pelajaran hidup. Kini aku mencoba untuk belajar dari pengalaman. Sekarang keputusanku adalah membuka lembaran baru, dengan orang yang baru dan dengan suasana baru. Ketika kita akan menempati tempat yang baru kita juga harus siap untuk meninggalkan yang lama.