“Lex, makasih ya atas selama ini, aku gak
pernah menyesal mencintaimu, aku gak pernah menyesal pernah mennyayangimu,
biarlah ini menjadi kenangan kita, kini pergilah, kejarlah cita-citamu jangan
sampai aku menjadi penghalangnya dan carilah wanita yang baik, yang akan
membuatmu bahagia, sekali lagi terimakasih lex.”
Masih
teringat jelas kata-kata terkahir yang diucapkan Nisa kepadaku. Sama sekali tak
pernah aku mengira kisah cintaku dengan Nisa akan berakhir seperti ini. Diputusan
dengan alasan yang tidak jelas. Begitu banyak pertanyaan yang muncul dibenakku,
tapi tak satupun yang dapat kusampaikan padanya.
Kejadian
ini sangat memukul hatiku, galau, sepanjang hari melamun tidak jelas. Terlihat tatapan
kosong yang terlihat dari mataku. Kesana kemari tanpa arah dan tujuan yang
jelas. Seperti seseorang yang benar-benar kehilangan jalan, tak tau harus
kemana dan tak tau kepada siapa harus bertanya. Yang kulihat sekarang hanya
kehampaan, kosong, semua hilang sirna tak terbekas dalam diri ini. Hanya rasa
sakit, sakit hati hati yang kurasakan.
Apakah
ini resiko Cinta ? Rasa sakit hati yang tak terhingga. Bukankah cinta itu indah
? Bukankah cinta yang membawa kebahagian ? Atau hanya sebuah kata-kata saja ?
Entahlah, aku tidak tahu.
Disini,
di tanah rantau aku hanya sendiri. Tak banyak orang yang aku kenal, hanya
beberapa teman kos dan teman kuliah yang aku belum tau karakternya. Selagi
menunggu kegiatan kuliah, aku hanya merenung tak banyak kegiatan yang aku
lakukan. Bangun tidur, nonton tv, tidur lagi, nonton tv, dan tidur lagi. Dan berusaha
beradaptasi dengan lingkungan yang baru dengan orang yang baru.
Di
suatu malam yang dingin di musim kemarau, aku sendiri, berdiri di halaman depan
kosku hanya ditemani beberapa bintang yang berkelap kelip menghiasi gelapnya
langit. Aku sudah bosan dengan kegalauan ini, apa yang harus aku lakukan supaya
terbebas dari kegalauan ini ? pertanyaan ini beberapa kali muncul dalam
benakku. Namun, tak satupun jawaban yang terlintas dalam diri ini. Setelah beberapa
puntung rokok habis, sebuah jawaban terlintas
di dalam otakku.
“Minumlah
minuman keras ! maka kamu tidak galau lagi !” Kata dalam diriku.
“Apakah
benar ? apakah dengan itu aku bisa terbebas dari kegalauan ini ?” Tanya diriku
yang lain.
“Benar,
kamu akan terbang, melayang, beban mu akan hilang” Jawab diriku.
“Tapi,
bukankah minum minuman keras itu berdosa ?” Tanya diriku yang lain lagi.
“Dosa
??? Apa perdulinya dosa ? yang penting kamu sudah tidak galau lagi !” Jawab
diriku.
“Baiklah,
aku akan mencari minuman keras supaya aku dapat terhindar dari kegalauan ini.”
Itulah
keputusan diriku yang memilih minuman keras supaya aku terhindar dari kegalauan
ini dan tak memperdulikan betapa besar dosa yang akan aku tanggung nantinya.
Setelah
aku habiskan puntung rokok yang terakhir aku bergegas untuk mencari penjual
minuman keras. Ketika itu hari sudah larut sekitar pukul 23.30. Aku tak tahu
harus mencari. Kulihat supermarket-supermarket sudah tutup, yang biasanya buka
24 jam sekarang tutup juga. Akhirnya aku putuskan untuk berhenti di sebuah
angkringan yang tidak terlalu ramai.
“Pak,
susu jahe setunggal !” Aku memesan kepada bapak yang berjualan.
“Di
bungkus nopo di unjuk mriki mas ?” Tanya bapaknya.
“Unjuk
mriki pak.” Jawabku.
Lalu
aku menuju tempat duduk lesehan yang hanya bercahayakan lampu jalanan yang
remang-remang. Disana aku hanya diam tertunduk nampak lesu dan tak bertenaga.
Tiba-tiba seorang kakek tua menghampiri ku dan berkata.
“Boleh
duduk sini dek ?” Tanya bapaknya.
“Oh,
silahkan pak, monggo.” Sahutku.
Aku
terheran-heran kenapa kakek ini mau duduk disini, padahal masih banyak tempat
duduk yang lain. Bukannya tidak mau berbagi tempat dengannya, cuma aneh saja
menurutku. Kemudian kakek itu bertanya kepadaku.
“Sendiri
aja dek ?”
“Iya
pak, lagi nyari udara segar.” Jawabku, dengan memanggilnya pak, tidak enak juga
memanggilnya kakek karena belum cukup tua juga untuk disebut kakek.
“Lagi,
ada masalah ya dek ?” Tanya bapaknya.
“Haha..
enggak pak” Jawabku dengan bohong. Pikirku dalam hati bagaimana dia tau kalo
aku sedang ada masalah.
“Gapapa
dek kalo kamu gak mau jujur, bapak sudah tau kalo kamu lagi punya masalah. Ya biasa
sekarang anak muda banyak yang galau…”
Dia
terdiam sejenak menghela nafas. Aku hanya diam memerhatikan perkataannya.
“Begitu
banyak anak muda yang galau karena cinta, dan ketika mereka galau mereka akan
menuruti segala egonya, segala kemarahanya. Tak peduli dengan akibat yang
ditimbulkan setelah hari esok.
“Mereka
akan menyesali keputusannya ketika tua nanti. Mungkin mereka sekarang belum
sadar, tetapi ketika tua nanti pasti mereka akan menyadari kesalahannya.”
Perkataannya berhenti sampai disitu. Lalu akupun mencoba untuk berkata jujur
dengan pak tua tersebut.
“Iya
pak, sebenarnya aku lagi galau karena putus cinta pak.” Kataku lirih.
“Aku
berniat minum minuman keras untuk menghilangkan kegalauan ini pak, namun
sebelum aku menuntaskan keinginanku ini, ternyata toko-toko sudah tutup, jadi
aku belum jadi untuk minum minuman keras itu pak.” Lanjutku.
“Alahmdullilah
nak, kamu belum terlambat. Urungkanlah niatmu itu nak. Tidak akan bermanfaat
barang seperti itu, hanya akan menambah kegalauanmu.” Kata pak tua.
“Kalau
kamu bersikeras untuk melakukan hal itu, maka kamu hanya akan sepertiku yang
tak mampu membenduk ego ku ketika muda dulu.
“Dulu
aku juga seperti kamu galau, dan tidak tau harus kemana aku mencurahkan isi
hatiku, dan akhirnya barang itulah yang aku pilih. Kini setiap detik dalam
hidupku hanya ku habiskan untuk menyesali perbuatanku itu nak.” Lanjut pak tua.
“Iya
pak aku sudah mengurungkan niat itu pak, sudah aku buang jauh-jauh dari otakku
pak.” Jawabku.
“Lalu
apa yang harusnya aku lakukan pak ?” Tanyaku.
“Aku
tau kau adalah orang perantau yang jauh dari rumah. Sekarang dia yang dulu kau
cintai juga sudah jauh disana. Lupakanlah dia nak, jadikanlah pelajaran dalam
hidupmu. Jangan kau sia-sia kan masa mudamu hanya untuk kegalauan seperti ini.
Kini kau berada di sini, tutuplah buku yang dulu, dan buatlah cerita yang baru
di sebuah buku yang baru. Jangan kau takut untuk melangkah kedepan, jika kau
tak mampu untuk melangkahkan kakimu, maka kau akan terjebak selamanya disitu
dan tak akan beranjak. Hanya ada kegalauan dalam hidupmu. Kini kau di tempat
yang baru, dengan orang yang baru, dengan suasana yang baru. Dengan itu
cipatakanlah mimpi-mimpi disini bersama orang-orang yang mendukungmu.”
“Iya
pak, sekarang aku tahu apa yang harus aku lakukan. Terimakasih pak.” Begitu
kataku sebelum aku meninggalkan pak tua.
Begitu
malam itu aku habiskan, kini aku mengerti apa artinya pengalaman, apa
pentingnya pelajaran hidup. Kini aku mencoba untuk belajar dari pengalaman.
Sekarang keputusanku adalah membuka lembaran baru, dengan orang yang baru dan
dengan suasana baru. Ketika kita akan menempati tempat yang baru kita juga
harus siap untuk meninggalkan yang lama.