Semenjak
Vita berubah, aku menjadi galau dan tidak punya semangat. Makan gak enak, tidur
gak enak, pokoknya serba gak enak. Mungkin karena orang yang aku suka sudah gak
mau lagi bicara denganku. Vita adalah cinta pertamaku di SMP, sejak aku
memandangnya pertama kali aku sudah jatuh hati. Tapi sekarang pupus sudah
harapan untuk memiliki hatinya.
Kegalauanku ini ber-angsur-angur
berkurang. Berkat hiburan dan candaan dari teman-temanku. Sedikit demi seikit
aku bisa melupakan Vita. Supaya cepat melupakan Vita, aku melakukan segala
kesibukan. Seperti menjadi anak band. Dulu, aku ingin menjadi seorang drummer.
Bisa tampil diatas panggung. Supaya populer dan terkenal. Hehehe.
Berkat imajinasi dan kenekatan di
jaman dulu, aku, Bahtor, dan Rojek membentuk sebuah band yang sampai sekarang
belum pernah mempunyai nama. Kami berlatih di studio band sehabis pulang
sekolah. Harga sewa studio yang murah membuat kami semakin semangat. Yaaa,
walaupun fasiitasnya jauh dari yang di inginkan, yang penting semua alat
musiknya bunyi. Hahaha.
25 July 2011. Warung pos 58
Aku di drum, Bahtor di bass, dan
Rojek di gitar plus vokal. Kadang vokal di isi si banci kepet. Kadang Aden anak
kriting dari wilayah barat juga mengisi gitas dan vokal, tapi dia jarang ikut
latihan rutin. Lagu yang biasa kami bawakan adalah lagu-lagu pop. Seperti lagu
yang berjudul “Kasih”, “Cari Pacar Lagi - ST 12”, “Rhyme in Peace – Bondan
Prakoso”, dan masih beberapa lagi.
Kami sering berlatih ngeband. Selain
untuk menyenangkan hati, kami juga mempunyai target yaitu tampil di ulang tahun
sekolah. Supaya populer dan terkenal tentunya. Hahaha. Kadang ketika latihan,
kami merasa agak bosan dan bertukar tempat. Aku pegang bass, Aden di gitar,
Rojek di drum, Bahtor di vokal. Hasilnya sudah bisa ditebak, Ancuuurrr !!!!
“ Moon, tuker, aku pengen nge-drum”
Pinta Rojek.
“Yowes, aku tak bass ae. Aku kan gak
bisa pake gitar…” Jawabku
“Aku vokal yooo, Aden biar main
gitar aja, “ Lanjut Bahtor.
“Oke, laksanakan bos !” Sahut Aden
1, 2…, 1, 2, 3,……
“Taakkk, taakkk, taaakkk, duuunggg,
duuungg, taaakkkk duuuunggg jessssssss !!!!!! Glontaaaaanggg, glontaaaaaaaanggg
!!! Teeeeeeettttt……….. “
“Jeeeeek, ngawuuurr, gimana sih
mainmu ? Lihat simbalnya copot ituuu” Teriak Bahtor yang masih megang mic.
“Woooooyyy jangan teriak, teriak,
budek cuk !” Aden membentak
“Waduuuuuuuh, pie iki ???” Aku
khawatir
“A*U, kok iso copot iki pie?” Rojek
mengumpat
Berkat permainan kasar Rojek
memainkan drum, simbalnya copot. Kami kebingunan sendiri. Supaya nggak
mencurigakan, kami memutar mp3 untuk mengelabui pemilik studio supaya tidak
curiga kenapa musiknya berhenti dan nggak main lagi. Di sisa waktu 20 menit
kami mencari akal supoya simbalnya bisa terpasang lagi. Akhirnya kami
mencari-cari lakban atau selotip di tas kami, dan akhirnya kami menyelotip
simbalnya supaya terpasang lagi. Kami menunggu waktu habis dan pergi secepatnya
dari studio itu.
“Jek, ngawur mainmu, gimana kalo
kita dituntun ?” Tanya Bahtor khawatir
“Aku nggak ikut-ikut lo yaaa, aku
kan Cuma numpang” Sahut Aden
“Yo gak bisa, kalo kita dituntut ya
kita tanggung bareng-bareng” Jawab Rojek
“Uang darimana kalo suruh ganti ?
pasti mahal harganya itu.” Sahutku
“Yaudah, sementara ini kita break
latihan dulu biar petugasnya lupa, kita cari tempat lain saja.” Rojek
memberikan usul
“Okelah kalo begitu, semoga aja gak
liat petugasnya.” Bahtor berharap-harap cemas.
Setelah itu, kami break latihan
selama satu setengah minggu. Hingga kami menemukan sebuah studio band lagi.
Harganya sedikit mahal dibanding studio yang dulu. Tapi gakpapa demi misi ini,
kami harus rela berkorban.
Di studio band yang baru ternyata
ada instrukturnya. Ada pelatihnya. Hal itu membuat kami menjadi sedikit kaku
dan tegang. Alhasil kemampuan kami tidak terlihat maksimal. Dan yang paling nggak
suka adalah pelatihnya galak, suka marah-marah kalo ada yang gak pas. Apalagi
yang sering membuat kesalahan adalah diriku.
“Woooy ! Main yang bener ! masa gitu
aja salah !” Bentak pelatih.
“Woooy ! Udah berapa kali diulang
ini ?! Masih salah lagi ?” Bentaknya lagi
“Mau sampek kapan salah terus kaya
begini ?!”
“Udah ! Satu lagu terakhir !!”
Sepulangnya dari studio band, kami
merasa tertekan. Tidak bebas dan tidak bisa mengeluarkan emosi dari jiwa kami
masing-masing. Kami tidak bisa diperlakukan seperti ini. Kami menjadi kacau.
Tak jauh dari studio band tersebut,
muncullah Dwiky teman sekelasku.
“Wik, mau ngapain kamu kesini ?”
Tanyaku
“Biasa mon, latihan ngeband, aku
diajak kakak kelas.” Jawabnya
“Loh, kamu bisa main band juga ?”
Tanya Bahtor
“Ya jelas dong brooo, aku kan punya
studio band dirumah.” Jawabnya
“Waaah, jago dong wik ? Kamu pegang
apa ?” Tanyaku
“Drum, mon.” Jawabnya
Aku terdiam, ternyata selama ini
Dwiky yang tubuhnya kecil mungil itu jago bermin drum. Aku menjadi keki. Aku
menjadi bertamabah down. Aku menjadi
tertekan. Apabila tampil di acara pentas seni itu, teman-temanku akan memiih
Dwiky yang lebih jago dariku. Aku takkan tampil dan takkan menjadi terkenal
maupun populer. Apakah ini akhir dari keinginanku menjadi drummer ? Apakah
inikah akhirnya ? Apakah hanya seperti ini ……?
TO
BE CONTINUED……