Bila dulu para suami-istri sering dilanda masalah perselingkuhan, gaya
mengasuh anak, pengaturan keuangan, kini mereka didera masalah baru.
Tapi tenang, semua masalah pasti punya jalan keluar.
PERSELINGKUHAN LEWAT FACEBOOK
Darren Wilk, seorang terapis di Vancouver, Kanada, mengatakan bahwa 30-40 persen pasangan yang dia bimbing mencoba untuk memulihkan diri dari perselingkuhan. Salah satu kliennya, Megan, bertemu dengan cinta lamanya di Facebook dan hal itu diketahui oleh sang suami, Paul.
“Problemnya Facebook adalah orang-orang merasa lebih rentan saat mereka berada di balik layar komputer,” kata Wilk. “Pasangan yang pernah bertemu dengan rekan mereka kini merasa lebih mudah untuk mendapatkan keinginan emosional mereka secara online.”
Guna memulihkan hubungan pernikahan, Wilk harus membantu Megan untuk memahami bahwa hubungan yang ditemukan di dalam Facebook hanyalah fantasi alias tidak nyata. Setelah berkonsultasi, Megan pun menyadari bahwa dia tidak mencari pasangan yang baru, melainkan hanya orang yang mau mendengarkannya.
Jalan keluarnya? Megan dan Paul menggunakan akun Facebook mereka secara bersama dan tidak lagi berteman dengan orang-orang yang pernah dekat dengan mereka di masa lalu. Mereka menyadari, bagian kesuksesan pernikahan adalah dengan saling mengetahui penyebab stres dan mulai melakukan diskusi untuk mengurangi stres.
Percakapan tersebut termasuk bahasan yang Anda biasanya diskusikan dengan para sahabat Anda (khususnya secara online), namun kini mereka melakukannya berdua. Hal itu berjalan menjadi kencan mingguan dan pemahaman bahwa mereka bisa mendapatkan dukungan serta cinta dari pasangan mereka.
PERUBAHAN GAIRAH SEKS
Sejak punya anak, Janie dan Jack memiliki orientasi seks yang berbeda. Jack menjadi ayah tinggal di rumah sementara Janie bekerja di luar. Karena hal tersebut, dia ingin menghabiskan malamnya bersama putri mereka. Jack lebih memilih menikmati malamnya dan pergi keluar ketika istrinya tiba di rumah.
Janie merasa bahwa dia memiliki dua pekerjaan dan tidak lagi memiliki hasrat (atau energi) untuk bercinta, dan pasangan tersebut berubah — dari yang sebelumnya memiliki kehidupan seks yang aktif kini hanya bercinta kurang dari sekali dalam sebulan. Janie juga merasa khawatir terhadap berat badannya yang naik, dan merasa bahwa suaminya tidak melakukan apa pun untuk membuat dirinya merasa menarik.
Ian Kerner, pimbimbing masalah seks dan penulis “Good in Bed”, awalnya harus membantu Janie untuk memahami bahwa dia tidak perlu merasa bersalah untuk mengurangi waktunya “yang berharga” dengan putrinya guna memprioritaskan hubungannya dengan suaminya.
Jack harus belajar bahwa seks lebih dari sekedar hubungan di tempat tidur, dan hanya karena dia ingin bercinta, itu tidak membuat istrinya merasa seksi. Dia harus memuji Janie dan mendukungnya untuk meluangkan waktu bagi dirinya sendiri.
Keduanya harus menerima bahwa memiliki anak dapat mengubah cara pendekatan Anda.
Jack dibantu untuk mencari cara meningkatkan rasa kepercayaan diri istrinya sementara Janie belajar untuk ikut arus (dengan kata lain, lakukan saja!) untuk menemukan kembali hasrat seksualnya. Pasangan tersebut berkonsentrasi untuk menyelesaikan masalah mereka dan menghabiskan waktu mereka bersama.
BERTENGKAR KARENA INGIN PUNYA ANAK
Melanie dan Leo sama-sama ingin memiliki anak, namun Melanie akhirnya ingin memiliki anak pada saat Leo kehilangan pekerjaan. Karena Leo adalah orang yang harus memiliki rencana — dan cenderung mengambil keputusan berdasarkan anggaran, dia merasa harus menunda untuk memilki anak sampai dia mendapatkan pekerjaan baru.
Carin Goldstein, terapis pernikahan dan keluarga bersertifikat dan penulis “Be the Smart Wife”, yakin bahwa saat Melanie dibilang harus menunda keinginannya untuk memiliki anak, dia akan kehilangan kendali dan merasa tidak puas secara emosional. Leo dianggap tidak mampu dan tidak bisa menunjang kehidupan mereka karena kehilangan pekerjaan, dan situasi tersebut telah mengakibatkan ketegangan di dalam pernikahan mereka.
Pasangan tersebut belajar melalui terapi bahwa perasaan yang tidak dapat dikendalikan tersebut bangkit dari keinginan masa kecil Melanie, ketika keinginannya tidak terpenuhi secara emosional. Goldstain berusaha membuat Melanie memahami bahwa masa lalunya bukanlah sebuah alasan yang tepat untuk menyerang suaminya.
Baik Melanie dan Leo harus dapat menerima situasi kehidupan mereka yang sedang berada dalam masa krisis, yang umum terjadi dalam semua pernikahan dan harus belajar untuk menangani masalah serta berhenti untuk hidup dalam kekhawatiran.
Lambat laun, Melanie dan Leo mulai untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dan membuat kesepakatan begitu Leo telah memiliki pekerjaan tetap setidaknya selama enam pekan, mereka akan memulai program memiliki anak.
Melanie harus menyadari bahwa Leo ikut memiliki andil dalam memiliki anak. Goldstein membantu pasangan tersebut memahami bahwa Leo akan (dan memang) mendapatkan pekerjaan, dan mereka akan dapat mengatasi masalah tersebut dengan menemukan strategi yang tepat. Melanie dan Leo kini menjadi orangtua yang paling berbahagia dengan dua orang anak.
AYAH YANG PENCEMBURU
John dan Jackie, yang baru menjadi orangtua, merasa stres dalam pernikahan mereka sejak memiliki anak, Lola. Jackie bekerja di luar rumah, dan hanya memiliki waktu dua jam setiap malam untuk bisa bersama putrinya. Dia ingin memiliki waktu itu bersama anaknya, bukan suaminya, namun merasa bersalah karena semua energinya dihabiskan untuk Lola. John merasa Jackie hanya mengutamakan anaknya. John mulai bekerja lebih lama dan lebih banyak menghabiskan waktu sendiri dibandingkan bersama keluarganya.
Wilk membuat sang ibu paham bahwa dia tidak harus menjadi “supermom” untuk jadi ibu yang baik. “Para ibu sering merasakan tekanan dan merasa bersalah karena ibu lainnya tidak berbagi perjuangan mereka,” kata Wilk. Penting untuk memahami bahwa pasangan Anda adalah orang yang dewasa dan masih butuh perhatian.
“Setelah bayi mereka lahir dan dibawa ke rumah, 70 persen pasangan merasa kurang bahagia,” kata Wilk, merujuk pada penelitian. Sebanyak 30 persen lainnya melakukan ketiga hal berikut: menjaga kemesraan, tidak menggunakan bayi untuk menyelesaikan masalah, dan memelihara hubungan mereka.
John dan Jackie melakukan ketiga hal tersebut selama satu jam, tiga malam dalam sepekan, secara bersama. Cukup dengan duduk sambil menikmati secangkir teh, membicarakan pekerjaan, hal apa yang mereka sukai, dan tentu saja anak-anak, saling membantu dalam merawat tidak hanya untuk bayinya, tapi juga untuk pasangan Anda.
*Semua nama telah diubah
PERSELINGKUHAN LEWAT FACEBOOK
Darren Wilk, seorang terapis di Vancouver, Kanada, mengatakan bahwa 30-40 persen pasangan yang dia bimbing mencoba untuk memulihkan diri dari perselingkuhan. Salah satu kliennya, Megan, bertemu dengan cinta lamanya di Facebook dan hal itu diketahui oleh sang suami, Paul.
“Problemnya Facebook adalah orang-orang merasa lebih rentan saat mereka berada di balik layar komputer,” kata Wilk. “Pasangan yang pernah bertemu dengan rekan mereka kini merasa lebih mudah untuk mendapatkan keinginan emosional mereka secara online.”
Guna memulihkan hubungan pernikahan, Wilk harus membantu Megan untuk memahami bahwa hubungan yang ditemukan di dalam Facebook hanyalah fantasi alias tidak nyata. Setelah berkonsultasi, Megan pun menyadari bahwa dia tidak mencari pasangan yang baru, melainkan hanya orang yang mau mendengarkannya.
Jalan keluarnya? Megan dan Paul menggunakan akun Facebook mereka secara bersama dan tidak lagi berteman dengan orang-orang yang pernah dekat dengan mereka di masa lalu. Mereka menyadari, bagian kesuksesan pernikahan adalah dengan saling mengetahui penyebab stres dan mulai melakukan diskusi untuk mengurangi stres.
Percakapan tersebut termasuk bahasan yang Anda biasanya diskusikan dengan para sahabat Anda (khususnya secara online), namun kini mereka melakukannya berdua. Hal itu berjalan menjadi kencan mingguan dan pemahaman bahwa mereka bisa mendapatkan dukungan serta cinta dari pasangan mereka.
PERUBAHAN GAIRAH SEKS
Sejak punya anak, Janie dan Jack memiliki orientasi seks yang berbeda. Jack menjadi ayah tinggal di rumah sementara Janie bekerja di luar. Karena hal tersebut, dia ingin menghabiskan malamnya bersama putri mereka. Jack lebih memilih menikmati malamnya dan pergi keluar ketika istrinya tiba di rumah.
Janie merasa bahwa dia memiliki dua pekerjaan dan tidak lagi memiliki hasrat (atau energi) untuk bercinta, dan pasangan tersebut berubah — dari yang sebelumnya memiliki kehidupan seks yang aktif kini hanya bercinta kurang dari sekali dalam sebulan. Janie juga merasa khawatir terhadap berat badannya yang naik, dan merasa bahwa suaminya tidak melakukan apa pun untuk membuat dirinya merasa menarik.
Ian Kerner, pimbimbing masalah seks dan penulis “Good in Bed”, awalnya harus membantu Janie untuk memahami bahwa dia tidak perlu merasa bersalah untuk mengurangi waktunya “yang berharga” dengan putrinya guna memprioritaskan hubungannya dengan suaminya.
Jack harus belajar bahwa seks lebih dari sekedar hubungan di tempat tidur, dan hanya karena dia ingin bercinta, itu tidak membuat istrinya merasa seksi. Dia harus memuji Janie dan mendukungnya untuk meluangkan waktu bagi dirinya sendiri.
Keduanya harus menerima bahwa memiliki anak dapat mengubah cara pendekatan Anda.
Jack dibantu untuk mencari cara meningkatkan rasa kepercayaan diri istrinya sementara Janie belajar untuk ikut arus (dengan kata lain, lakukan saja!) untuk menemukan kembali hasrat seksualnya. Pasangan tersebut berkonsentrasi untuk menyelesaikan masalah mereka dan menghabiskan waktu mereka bersama.
BERTENGKAR KARENA INGIN PUNYA ANAK
Melanie dan Leo sama-sama ingin memiliki anak, namun Melanie akhirnya ingin memiliki anak pada saat Leo kehilangan pekerjaan. Karena Leo adalah orang yang harus memiliki rencana — dan cenderung mengambil keputusan berdasarkan anggaran, dia merasa harus menunda untuk memilki anak sampai dia mendapatkan pekerjaan baru.
Carin Goldstein, terapis pernikahan dan keluarga bersertifikat dan penulis “Be the Smart Wife”, yakin bahwa saat Melanie dibilang harus menunda keinginannya untuk memiliki anak, dia akan kehilangan kendali dan merasa tidak puas secara emosional. Leo dianggap tidak mampu dan tidak bisa menunjang kehidupan mereka karena kehilangan pekerjaan, dan situasi tersebut telah mengakibatkan ketegangan di dalam pernikahan mereka.
Pasangan tersebut belajar melalui terapi bahwa perasaan yang tidak dapat dikendalikan tersebut bangkit dari keinginan masa kecil Melanie, ketika keinginannya tidak terpenuhi secara emosional. Goldstain berusaha membuat Melanie memahami bahwa masa lalunya bukanlah sebuah alasan yang tepat untuk menyerang suaminya.
Baik Melanie dan Leo harus dapat menerima situasi kehidupan mereka yang sedang berada dalam masa krisis, yang umum terjadi dalam semua pernikahan dan harus belajar untuk menangani masalah serta berhenti untuk hidup dalam kekhawatiran.
Lambat laun, Melanie dan Leo mulai untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dan membuat kesepakatan begitu Leo telah memiliki pekerjaan tetap setidaknya selama enam pekan, mereka akan memulai program memiliki anak.
Melanie harus menyadari bahwa Leo ikut memiliki andil dalam memiliki anak. Goldstein membantu pasangan tersebut memahami bahwa Leo akan (dan memang) mendapatkan pekerjaan, dan mereka akan dapat mengatasi masalah tersebut dengan menemukan strategi yang tepat. Melanie dan Leo kini menjadi orangtua yang paling berbahagia dengan dua orang anak.
AYAH YANG PENCEMBURU
John dan Jackie, yang baru menjadi orangtua, merasa stres dalam pernikahan mereka sejak memiliki anak, Lola. Jackie bekerja di luar rumah, dan hanya memiliki waktu dua jam setiap malam untuk bisa bersama putrinya. Dia ingin memiliki waktu itu bersama anaknya, bukan suaminya, namun merasa bersalah karena semua energinya dihabiskan untuk Lola. John merasa Jackie hanya mengutamakan anaknya. John mulai bekerja lebih lama dan lebih banyak menghabiskan waktu sendiri dibandingkan bersama keluarganya.
Wilk membuat sang ibu paham bahwa dia tidak harus menjadi “supermom” untuk jadi ibu yang baik. “Para ibu sering merasakan tekanan dan merasa bersalah karena ibu lainnya tidak berbagi perjuangan mereka,” kata Wilk. Penting untuk memahami bahwa pasangan Anda adalah orang yang dewasa dan masih butuh perhatian.
“Setelah bayi mereka lahir dan dibawa ke rumah, 70 persen pasangan merasa kurang bahagia,” kata Wilk, merujuk pada penelitian. Sebanyak 30 persen lainnya melakukan ketiga hal berikut: menjaga kemesraan, tidak menggunakan bayi untuk menyelesaikan masalah, dan memelihara hubungan mereka.
John dan Jackie melakukan ketiga hal tersebut selama satu jam, tiga malam dalam sepekan, secara bersama. Cukup dengan duduk sambil menikmati secangkir teh, membicarakan pekerjaan, hal apa yang mereka sukai, dan tentu saja anak-anak, saling membantu dalam merawat tidak hanya untuk bayinya, tapi juga untuk pasangan Anda.
*Semua nama telah diubah