Jumat, 02 November 2012

Motivasi

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi datanglah seoranganak muda yang sedang dirundug banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yangtak bahagia.


Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia laluu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkanya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan.”Coba minum ini, dan katakan bagimana rasanya..”, ujar pak tua itu.
“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.
Pak tua itu sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.
Pak tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba ambil air dari telaga ini,dan minumlah. Saat tamuitu selesai mereguk air itu, Pak tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”.
“Segar.”, sahut tamunya. “Apakah kamu merasakan garam dalam air itu ?”, tanya pak tua lagi.”Tidak”, jawab si anak muda.
Dengan bijak, pak tua itu menpuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “ Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.
“Tapi kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan temnpat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita.jadi, sa’atkamu merasakan kepahitan dan kegagalan hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadam menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”
Pak tua itu lalu kembali memberi nasehat. “Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu sperti gelas, butlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”
Keduanya lalu berabjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan pak tua si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”,untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

0 komentar: