Halooo ! kenalin nama
gue Hirman Setiawan. Eh ralat, namaku Hirman Setiawan. Ya sebenarnya aku gak
terlalu suka sama logat loe gue, itu
bukan karena gak ada alasan. Alasan pertama sudah jelas lah ya, aku bukan orang
Jakarta atau betawi wkwk. Alasan yang kedua, lidahku terasa aneh aja kalo
ngucapin loe gue. So, mending pake aku kamu aja ya, biar lebih nasionalis gitu hehe.
Udah
tau kan siapa nama ku, jadi nanti pas dicerita gak perlu tanya-tanya siapa aku.
Okey. Sebenarnya namaku itu gak seperti biasanya. Maksudnya gimana tuh gak kaya
biasanya ? Spesial ? Istimewa ? Aku rasa nggak deh. Jadi begini, dulu ketika
aku lahir, bapakku memberiku nama Herman Setiawan bukan Hirman Setiawan. Tapi entah
kenapa di akta kelahiranku tertulis Hirman Setiawan. Lalu, sebenarnya namaku
itu pemberian siapa ya ? Bapakku ? atau malah tukang ketik akta kelahiran ? Hal
it uterus berputar di otakku sampai sekarang. Gak penting amat wkwkwk.
Namun,
dengan salah ketik nama itu, membuat hidupku menjadi agak sulit. Orang tua ku
bersikeras manggil namaku Herman bukan Hirman, alhasil akupun menganggap namaku
Herman bukan Hirman. Hal it uterus berlanjut sampai aku kelas 6 SD. Hingga pada
akhirnya bapakku sadar, di akta kelahiranku bernama Hirman. Akupun jadi sedikit
susah, untuk ujian nasional nama yang terlulis harus sama dengan akta kelahiran
jika tidak, maka nilai tidak akan keluar yang artinya tidak lulus. Ya masa ?
aku gak lulus SD Cuma gara-gara salah nulis nama ? kan gak lucu juga ? Akhirnya
dengan susah payah, akupun berusaha keras supaya aku membiasakan diriku menulis
nama Hirman bukan Herman.
Ujian
nasionalpun dimulai dan aku sukses menuliskan namaku Hirman Setiawan bukan
Herman Setiawan. Walaupun orang sekitar rumahku dan sekeluargaku masih
memanggilku dengan Herman. Aku berhasil
lulus ujian nasional SD tanpa salah nama, itu adalah suatu kebanggaan
tersendiri yang pernah kurasakan.
Perihal
nama, tidak begitu saja lepas dari diriku. Masalah nama ini terus saja
berlanjut hingga dewasa. Beberapa aku lalui dengan baik, tapi beberapa justru
menimbulkan polemic yang mendalam. Seperti halnya namaku yang berubah dari ibu
kantin smp ku. Saat itu smp adalah saat-saat paling nakal, paling konyol paling
gila dihidupku. Yah, salah satunya panggilan konyol yang dinobatkan ibu kantin
smp ku. Namanya “Mbak Tengah” memang sih bukan nama aslinya, tapi aku
menjulukinya seperti itu karena mbak Tengah ini posisi kantinnya berada paling
tengah, jadi aku panggil aja mbak tengah. Eh, temen-temen semuanya jadi manggil
mbak tengah. Sampai sekarang akupun gak pernah tau siapa nama mbak tengah itu
hehe.
Kembali
lagi soal namaku, mbak tengah inilah satu-satunya yang manggil aku dengan
sebutan yang berbeda. Kalau temen-temen sih biasa manggil aku “kremon” car
abaca “mon” nya seperti “moon”(bulan) bukan “mon” (temon). Nah panggilan
temen-temen kaya gitu, Cuma itu biasa sih, diplesetkan dari nama asli. Tapi,
mbak tengah ini beda. Sejak pertama kesana, dan dia tanya namaku.
“Eh,
kamu namanya siapa ?” Tanya mbak tengah.
“Hirman
mbak.” Jawabku
“Owalah,
rumah kamu mana ?” tanyanya lagi.
“Bungkal
mbak, sana mbak selatan sana.”
“Oooh,
jauh ya rumahmu, ke sekolah naik apa ?”
“Biasalah
mbak, naik sepeda ontel”
“Emang
kamu kuat ? Badanmu kecil kaya gitu ?” Tanya mbak tengah ragu
(Memang postur tubuhku relative kecil
daripada teman-temanku.)
“Yaelah
mbak jangan menilai dari fisiknya, tapi dari hatinya. Jangankan Bungkal sini
mbak, ke Sawoo (salah satu kecamatan yang berada di gunung) aja aku kuat mbak.”
Jawabku dengan sombong
“Hehehe,
bercanda min bercanda.” Jawabnya sambil ketawa kecil.
“Min
?? Min siapa mbak ?” Tanyaku heran karena hanya ada aku disana
“Namamu
tadi Hermin kan ?” sambil garuk-garuk kepala.
“Yaelah
mbak, Hirman mbak, bukan Hermin.” Jawabku kesel.
“Loh
beda to ? yowes pokoknya itulah, susah bener namamu.”
Sejak
saat itu ketika aku ke kantin mbak Tengah, aku gak pernah dipanggil Hirman atau
Herman, tapi malah Hermin. Ya ampun jadi kaya banci gitu namaku, sedih banget. Untungnya
sih, temen-temenku gak manggil itu, masih aman lah bukan dikira banci.
Hampir
tiga tahun nama Hermin melekat padaku, tapi mbak Tengah saja sih. Masuk SMA,
aku berharap gak berubah lah nama ini. Biarlah Hirman saja ya atau
mentok-mentok Herman gapapa lah tapi jangan Hermin, malu gaes. Akhirnya selama
SMA nama ku gak berubah, dan aku sangat bersyukur nama Hirman masih tetap sama.
Setelah
lulus SMA, aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah. Aku kuliah di salah satu
universitas negeri di kota Surakarta. Di sana lingkungannya nyaman, orangnya
ramah-ramah. Tapi, entah gimana aku di takdirkan mendapat kos-kosan dimana
kos-kosan ini isinya orang batak. Jadi ya sama aja lingkungannya ramah kalo
temen-temen sekosan orang batak yang notabennya nadanya tinggi-tinggi banget. Sebenarnya
sih bukan orang batak aja sih, ada juga yang jawa, tapi mayoritas mereka di
kamar atas, sedangan orang batak ini banyak yang berada di bawah, dan entah
kebetulan atau gimana aku kebagian kamar yang di bawah.
Suatu
ketika, aku berkenalan dengan salah satu orang batak ini, tapi orangnya berbeda
dengan orang batak yang lainnya dia lumayan kalem. Dia asli orang medan kuliah
di sini. Namanya Daniel. Bacanya tetep dieja ya DANIEL bukan DANIL. Gak tau
kenapa tuh pengennya kaya gitu.
“Haloo
bang.” Sapa ku ke bang Daniel.
“Halooo,
kamu yang di kamar no 27 itu ya ?” Tanya bang Daniel.
“Iya
bang, Aku Hirman.” Sahutku.
“Oh,
aku Daniel.” Jawabnya.
“Oh
bang Danil ?” aku memastikan namanya.
“Bukan
Danil, tapi Daniel.” Jawabnya
“Oh,
Daniel, oke bang.”
“Kamu
tadi siapa ? Herman ?” Tanyanya memastikan.
(Wah ini, muncul perasaan gak enak nih,
bakalan berubah lagi ini nama kayaknya)
“Bukan
bang, Hirman, pake i.” Tuturku.
“Owalah
Hermin ?” Sahutnya enteng.
“Hirman
bang, Hirman.” Jelasku lagi.
“Yaa
sama aja kali kenapa lah kau ini, katanya pakai I punya ? macam mana kau ini ?”
Sahutnya dengan logat bataknya yang keras.
Kampret
emang ini orang, namanya sendiri ejaanya salah aja marah-marah, giliran nama
orang lain aja di sama-samain. Entah sihir dari mana, semua orang batak yang
ada di kamar bawah nggak ada yang gak panggil aku Hermin. Dan sampai sekarang
nama panggilan itu masih melekat padaku. Entah sampai kapan nama itu akan
selalu terngiang di telinga ini. Apalagi dengan nada batak itu, aduuuuh jadi
pusing pala ente. Yah semoga aja cepet kelar orang-orang ini supaya nama keren
pemberian bapakku gak meleneng jadi Hermin. Dan pesan satu lagi buat para
pembaca, namaku bukan Herman atau Hermin, tapi HIRMAN. Ingat!
0 komentar:
Posting Komentar