Aku Sebastian Offi. Seorang yang biasa
yang bisa punya rasa suka dan juga bisa jatuh cinta. Aku manusia yang normal
yang suka kepada wanita bukan kepada pria. Aku juga seorang yang manusia yang
bisa kecewa bila cintanya diacuhkan begitu saja. Namun, bukan Offi namanya jika
berlarut-larut kecewa hanya gara-gara cinta.
Kala
itu, aku baru saja diterima di SMP. Eh, bukan SMP tapi junior high school 1jetis. Ya, SMP yang gak mau dipanggil SMP.
Mentang-mentang bertaraf internasional maunya pakai bahasa Inggris terus. Eh,
bukan bertaraf internasional tapi baru “Rintisan”. Padahal kita sebagai warga
Indonesia patut menghargai bahasa yang kita miliki sendiri. Memang bahasa
Inggris itu penting, tapi bukankah lebih penting bahasa milik sendiri ?
Bagaimana jika kita suatu saat ditanya tentang bahasa Indonesia dan kita tidak
tau apa-apa tentang bahasa Indonesia ? Memalukan sekali. Para pejuang sumpah
pemuda bela-belain untuk memakai bahasa kebangsaan bahasa Indonesia, kita
tinggal memakai saja, masih banyak yang mengeluh.
(kembali ke cerita)
Begitu
bangganya orang tuaku ketika aku masuk SMP ini. Walaupun hanya masuk di kelas
regular (kelas biasa bukan kelas internasional). Ketika itu aku memasuki MOS
(Masa Orientasi Siswa) di hari pertama, terjadi pembagian kelompok, dan aku
berada pada kelompok yang tidak ada teman-temanku sebelumnya seperti Kepet,
Rojek, Bahtor, ataupun yang lainnya. Lalu aku berkenalan dengan seorang yang
bernama Fajar Timur Jaelani. Dia dari kelas bilingual (Kelas Internasional).
Lalu aku juga mengenal Fandi, dan Abin, mereka semua dari kelas bilingual. Aku
merasa agak minder bergaul dengan mereka karena aku dari kelas biasa.
Di
hari pertama itu terjadi pemilihan ketua kelompok. Tapi, tak ada yang mau
menjadi ketua kelompok. Lalu salah satu dari kakak kelas menunjuk salah seorang
cewek namanya Novia. Tapi, ketika disuruh maju dia tidak bisa berkata apa-apa
lalu turunlah lagi dia. Kemudian kakak kelas kemudian memutuskan untuk
menanyakan apakah ada yang pernah menjadi ketua kelas di SD dulu. Lalu, aku pun
kaget. Aku tidak mau menjadi ketua lagi, capek dan begitu tidak asik harus
berurusan dengan kakak kelas yang jutek itu. Alhasil, aku tidak mengacungkan
tanganku, walaupun aku tau aku berbohong, tapi memang aku benar-benar tidak mau
menjadi ketua kelas lagi. Lalu, kulihat hanya 2 orang yang mengacungkan tangan
yaitu Fajar, dan Vita. Kemudian mereka maju, dan sedikit memberikan kata-kata.
Dan dipilihlah Vita sebagai seorang ketua. Walaupun dia cewek dia cukup tegas
dan berani. (tidak sepertiku wkwk).
Semenjak itu, aku memperhatikan dia, mungkinkah dia berasal dari kelas
bilingual atau kelas regular. Hari demi hari akhirnya MOS pun usai dan ditutup
dengan pentas seni dari setiap kelompok MOS.
Di
hari penutupan MOS, diumumkan anggota kelas. Aku masuk kelas 7C, aku satu kelas
bersama Bahtor dan juga Lukman. Lalu Kepet berada di kelas 7E, dan Rojek di
kelas 7D bersama Robi (Kuntet). Aku merasa senang karena aku mempunyai teman
yang sudah ku kenal dan rumahnya tidak jauh dari rumahku.
Di
hari pertama masuk SMP, aku mulai mengenal beberapa teman. Ada Wiyan, Rizwaan
(Wanabud), Hafizh, Dwiky, Tutut, dan yang aku kaget aku satu kelas dengan Vita.
Aku merasa senang sekali ketika tau dia satu kelas dengan aku. Perbincangan-perbincangan
mulai ada diantara kami. Dan kami mulai mengenal satu sama lain sampai akhirnya
aku dapat nomor HPnya. Tapi, apa daya aku tidak ada nyali untuk sms dia duluan.
Hari demi hari aku memutuskan untuk me sms dia. Tapi rasa takut, was-was, dan
gelisah muncul di diriku.
“Vit,
kamu ke sekolah apa nggak sore nanti ? Offi Bls.” Begitu sms ku.
“Ya,
semua harus dtg, soalnya kita harus buat majalah dinding.” Balasnya
Begitu
senang hatiku begitu melihat balasan smsnya. Lalu aku cepat-cepat membalasnya.
“O.k
Vit, kamu berangkat jam brp?”
“Sending
Failed……”
“Sending Failed……”
“Sending Failed……”
“Sending Failed……”
4 kali aku mengirim sms
ke Vita namun tidak bisa terkirim. Sinyalnya bagus apa yang salah ?? Lalu aku
coba cek pulsa. Dan ternyata pulsaku habis. Pusing bukan main ketika itu. Yang
sebelumnya merasa bahagia karena smsnya dib alas, kemudian berubah seketika
ketika melihat pulsa habis. Lalu aku bergegas melihat dompet dan alamaaaak,
hanya ada sarang laba-laba, tak ada seekor uang pun disana. Akhinya aku
menggalau ria tidak dapat membalas smsnya Vita.
Jam 16.00, aku
berangkat menuju sekolah. Sesampainya disana aku melihat teman-teman sudah
ramai. Lalu langsung saja aku ikut berkerumun disana. Mereka sibuk mendesain
majalah dinding yang akan dipasang. Kulihat Vita ikut mendesain majalah dinding
itu.
“Desain udah mantap
nih, tingal ngisi tulisan-tulisan.” Kata Hafizh (Ketua kelas)
“Mau di kasih tulisan
apa aja ya ?” Dwiky (Wakil ketua kelas)
“Di kasih
artikel-artikel gitu aja” Wiyan (Bendahara kelas)
“Boleh tuh boleh.” Offi
(Bukan siapa-siapa hanya mencari muka kepada Vita)
“Gimana kalo dikasih
puisi ? “ Vita member usul.
“Boleh juga tuh, aku
aja yang buat vit, aku bisa bikin puisi kok.” Aku menawarkan diri.
“Oke man, kalo gitu
sekalian diketik dan di print ya.” Sahutnya.
Modyaaaarrrr. Aku gak
bisa bikin puisi dan aku gak bisa ngeprint, mau ngeprint dimana, dan begitu
bodohnya aku, aku tidak bisa mengetik bahkan belum pernah megang computer. Mau
mengeles, tapi udah terlanjur menawarkan diri, begitu malunya aku jika merak
tau. Yang niatnya pengen cari muka di depan Vita supaya dia terkesan, malah
berantakan jika Vita tau yang sebenernya. Lalu muncullah Lukman sebagai
penolong. Aku ajak dia untuk mengetik di computer, adan ngeprint di warnet
terdekat. Maklum jaman dulu computer masih jarang dan tempat ngeprint hanya
satu-dua yang ada. Kemudian aku menemukan sebuah warnet yang lengkap dengan
tempat print. Aku masuk disana minta tolong Lukman mengajariku mengetik. Untung
dia dapat tugas mencari artikel jadi aku bisa sekalian ngeles sekalian belajar.
Aku pikir-pikir tak ada
ide untuk membuat puisi. Sampai Lukman hampur selesai dengan tugas mencari
artikelnya aku belum juga menemukan ide untuk membuat puisi. Setelah berpikir
keras dan tanpa hasil, aku memutuskan untuk mencari puisi di HP ku. Mungkin ada
beberapa kata-kata yang bisa aku sisipkan menjadi puisi. Akhirnya aku menemukan
sebuah puisi yang bisa ku beri judul “Kenangan Indah Saat Bersamamu”. Ku ketik
lalu aku print. Dan kuserahkan pada Vita. Vita membacanya lalu kulihat dia
sedikit tersenyum kepadaku. Dan aku sangat senang dan bahagia melihat
senyumnya.
Bersambung….