Studio band yang hancur karena Rojek, munculnya Dwiky sebagai drummer handal membuatku tambah kacau. Kami masih ragu apabila kembali ke studio band yang dulu, kami juga gak mau latihan di studio band yang pelatihnya galak, disisi lain kami haru latihan band untuk mempersiapkan diri tampil di acara ulang tahun sekolah. Munculnya Dwiky menjadi angin segar bagi grup band kami, yang bisa saja merekrut dia sebagai pennggantiku, dan karena dia memiliki studio band sendiri di rumah, sehingga akan memberikan solusi terbaik untuk grupku, namun bukan untukku.
Jika keputusan itu diambil oleh
teman-temanku, maka pupus sudah impianku menjadi populer dan terkenal. Aku
takkan bisa tampil di pentas ulang tahun sekolah. Aku juga tak mampu
menunjukkan kepada Vita bahwa aku telah move on darinya.
Disisi lain sudah ada pembicaraan
antara Rojek dan Bahtor mengenai permasalahan ini. Dan mereka menjelaskannya
padaku kala itu di sore hari pulang sekolah. Awalnya kita sama-sama diam, dan
Bahtor memulai pembicaraan.
“Mon, kita gak bisa begini terus”
Katanya
“Ya, aku tau Tor,” Jawabku
“Lalu kita akan diam saja begini ?”
Lanjut Rojek
“Ya habis kita mau gimana lagi ?!”
Jawabku tinggi
“Kita rekrut Dwiky !” Sahut Bahtor
“Lalu ?! Kamu seenaknya sendiri mau
nendang aku keluar ?!” Aku
“Mon ! Aku mau terkenal !! Mau di
kenal disekolah !!” Bantah Rojek
“Kamu rela ngorbanin aku ?!”
…………………..
“Kamu rela ?! ngorbanin persahabatan
kita hanya demi kepopuleran ?” Tanyaku
“Tunggu, kamu juga ingin populer kan
?” Tanya Bahtor padaku
“Iya, itu tujuan awal kita !”
Jawabku
“Yasudah, sekarang, yang mungkin
terjadi adalah aku dan Rojek yang bisa melakukannya, kamu harus mengalah Mon !”
Lanjut Bahtor
“Kalian yakin ? Ini adalah keputusan
yang terbaik untuk grup kita ?” Tanyaku kepada mereka.
Kami saling memandang, dan dari raut
wajah mereka, aku mengerti apa yang mereka inginkan. Aku bukanlah solusi dari
masalah ini. Dwiky lah solusinya.
“Okelah kalo begitu yang kalian
inginkan, semoga kalian mendapat apa yang kalian inginkan.” Lanjutku sembari
meninggalkan mereka.
Kegalauan karena dicampakkan oleh
Vita belum 100% sembuh dan sekarang teman-temanku meninggalkanku untuk mencapai
kepopuleran. Tanpa aku. Aku bersedih. 1 minggu, aku dan grupku tidak berkumpul,
dan tanpa pembahasan sama sekali. Semuanya hambar. Nikmatnya dunia ini serasa
sirna entah kemana.
Kurasa hidupku tak ada gunanya lagi.
Gagal dalam percintaan, gagal dalam meraih mimpi, dan gagal dalam persahabatan.
Apalagi yang akan aku banggakan ? Apalagi yang aku tuju ? Hampa dan kosong. Aku
kacau.
Kulihat sore itu teman-temanku
bersama Dwiky berlatih band. Asik. Sepertinya mereka menikmati semua itu tanpa
aku. Ya, aku dilupakan begitu saja. Memangnya siapa aku ? Jika aku ada, mungkin
akan menghambat mereka. Mungkin mereka gak sebahagia ini. Dan ini adalah
jalanku. Sendiri tanpa sahabat dan cinta.
Hari-hariku terasa hambar. Aku masih
dalam keadaan kacau. Namun, disore pulang sekolah, tiba-tiba Rojek dan Bahtor
tiba-tiba menghampiriku di samping gerbang sekolah.
“Mon…..” Panggil Rojek
….. aku hanya diam tak menjawabnya.
Kulihat Bahtor disamping Rojek.
“Mon, aku pikir keputusan yang
kemarin adalah kesalahan besar.” Bahtor melanjutkan
“Kita tak bisa sendiri-sendiri. Kita
adalah satu. Jika memang kamu pergi, kami juga akan ikut pergi. Jika diantara
kami ingin menjadi populer, maka yang lainnya juga ikut. Sekarang aku sudah gak
peduli mengenai populer itu apa. Aku tak peduli terkenal itu apa. Yang paling
penting bagiku sekarang adalah memiliki sahabat seperti kalian. Maaf Mon, aku
kemarin membuat kesalahan. Aku harap kamu bisa menerima kami lagi. Jika
akhirnya memang kita tak bisa tampil di pentas ulang tahun sekolah, aku siap.
Asalkan memiliki sahabat seperti kalian.” Kata Rojek.
Aku terdiam. Tak kusangka 2 begundal
itu mengatakan hal yang sangat menyentuh bagiku. Mataku sudah tak kuasa menahan
2 tetes air. Jatuhlah air itu ke pipiku. Langsung ku usap supaya mereka tidak
melihatnya. Lalu aku tersenyum.
“Jancuuuk emang koe Jek ! Hahaha !”
Candaku
“Asuuuuu !! Ra usah nangis koe cuk
!” Jawab Bahtor
“Sopo sing nangis ? Kelilipen iki
cuk !” Sahutku
“Matamu sipit ngono opo iso
kelilipen ? Hahahaha” Tanggap Rojek
Lalu kami tertawa bersama. Keadaan
persahabatan kami kembali normal. Kami pulang bersama dengan mengayuh sepeda
kami masing-masing. Sepanjang perjalanan kami bercanda ria. Seakan tidak ada
masalah sebelumnya. Kami bebas, kami tanpa beban. Walaupun tantangan kedepan
tetap ada. Kami harus siap dengan apa yang terjadi. Sahabat takkan pernah bisa dikorbankan
walau dengan hal apapun, karena sahabat bukanlah aset bukan juga barang, tapi
sahabat adalah jiwamu.
TO
BE CONTINUED….
0 komentar:
Posting Komentar