Nikmatnya kopi dihari sabtu yang
agak mendung ini membuat semangat ku bertambah. Semangat mengerjakan kegiatan
yaitu kegiatan yang pasti dilakukan semua manusia yaitu tidur. Ya, hari ini
adalah hari sabtu. Biasanya aku masuk sekolah, tapi hari ini sekolah
diliburkan. Entah mengapa tiba-tiba libur, hari libur seperti ini sangat jarang
terjadi di sekolahku. Hingga hari seperti ini ditunggu-tunggu semua murid,
kecuali aku. Saat seperti ini aku tak bisa bertemu dengan Vita. Tak bisa
bercanda ria dengannya. Tak bisa ngobrol-ngobrol dengannya. Dan yang paling gak
aku suka di liburan hari ini adalah aku tidak punya satu agenda pun yang aku
kerjakan. Karena pengumuman hari libur yang memang mendadak, aku tidak mempersiapkannya
dan akhirnya hanya duduk dan meminum secangkir kopi hitam ini.
“Oh, Vita….. kenapa harus ada hari
libur ? Aku jadi gak bisa bertemu kamu. Gak bisa ngobrol sama kamu. Gak bisa
bercanda sama kamu. Andai aku bisa membuat tanggal merah menjadi hitam aku akan
membuatnya supaya aku bisa bertemu denganmu. Andai aku harus masuk sekolah
setiap hari tanpa libur, aku siap asalkan bisa bersamamu. “
Kasmaran, itulah yang aku rasakan
saat ini. Semua yang ada dibayanganku adalah Vita. Saat makan ku ingat Vita.
Saat Tidur ku ingat Vita. Hanya satu hal yang aku tidak ingat Vita, yaitu
ketika boker.
Kegiatan hari ini adalah nonton tv,
dengan acara-acara yang monoton dan tidak menghibur sama sekali, aku terpaksa
menontonnya karena tidak ada hal lain yang seru untuk dilakukan. Mau pergi,
takut hujan karena keadaan sedang mendung. Akhirnya tv menjadi temanku di akhir
pecan ini.
Krrriiinggg…. Krrriiinggg….Krrriiinggg….
Kudengar suara sepeda yang tidak
jauh dari rumah. Kupikir siapa yang berani mengganggu kenikmatanku menonton tv
(padahal sungguh tidak mengenakan menonton tv pagi ini).
“Mooooon !!!!” Suara keras yang tak
asing lagi bagiku kudengar dari halaman rumahku.
Aku keluar menghampiri suara itu.
Dan kulihat beberapa begundal temanku telah berada disana dengan mengendarai
sepeda ontel. Sudah seperti geng sepeda motor, hanya saja ini memakai sepeda
ontel. Kulihat dengan jelas wajah-wajah temanku tampak bersemangat, sayang
sedikit lusuh dengan keringat yang menetes. Ada Bahtor, Kepet, dan Rojek. Tidak
kulihat Lukman dan Kuntet.
“ Ada apa tor ?” Aku bertanya kepada
Bahtor yang tadi meneriaki aku.
“ Ayo sepedahan !” Ajak Kepet.
“ Kemana ?” Aku bertanya lagi.
“ Pokoknya keliling-keliling lah,
daripada gak ada kerjaan Mon. “ Sahut Rojek.
“ Kerumah Vita aja yuk !” Tiba-tiba
Bahtor melayangkan kata-kata yang membuat jantungku berdebar.
“ Mmmmmm, ngapain Tor ? Malu lah. “
“ Biar tau rumahnya Mon. “
“ Wes lah tenang ajaaa, yang penting
happy ! ” Rojek menyela.
Akhirnya aku mempersiapkan diri
untuk berangkat menuju rumahnya Vita. Hatiku campur aduk antara senang dan
takut juga. Bagaimana keluarganya nanti gimana disana. Gerogi harus berkata apa
nanti.
Sepeda “Jengki” kupersiapkan. Sepeda yang biasa menemaniku dari berangkat
sekolah hingga pulang sekolah. Walau kadang menyusahkan. Kadang tiba-tiba
kempes aku harus memompa terlebih dahulu. Kadang remnya tidak berfungsi. Yang
palig menyusahkan adalah ketika rantainya copot. Aku harus berkorban memgang
rantai yang banyak olinya.
Lalu aku dan 3 begundal temanku
berangkat menuju rumahnya Vita. Aku tidak yakin bahwa teman-temanku ini berani
masuk rumahnya dan berincang-bincang dengannya. Aku tahu betul sifat-sifat
teman-temanku ini. Tidak ada yang berani kalo berurusan dengan masalah-masalah
seperti ini. Pasti mereka malu-malu dan akhirnya tidak jadi melakukannya.
“ Tor, emang kamu tahu rumahnya Vita
?” Aku bertanya kepada Bahtor.
“ Kira-kira aja Mon, kemarin kan pas
di kelas dia bilang ancer-ancer rumahnya, kamu gak inget ?” Dia memperjelas.
Oh iyaaa…. Aku baru ingat dia pernah
bilang alamat rumahnya pas istirahat kemarin. Dia bilang dari Pondok A lurus
terus sampai mentok, lalu belok kiri ada toko, nah disitulah rumahnya. Dan aku
tau betul dimana letak rumahnya itu. Karena aku dulu sering jalan-jalan di
daerah itu. 15 menit dari rumahku untuk menuju pondok A tersebut. Kini kami
tinggal lurus hingga pentok.
Sesampainya di pertigaan kami sudah
bisa melihat rumah Vita. Kami bisa melihat dengan jelas rumahnya. Nampak ramai,
tapi aku tak melihat Vita disana.
“ Ayo kesana yuk !” Ajak Rojek.
“ Gak mau ah ! Malu Jek ! Ramai kaya
gitu kok. “ Sahut Kepet.
“ Jangan malu-maluin lah. “ Aku
membela Kepet karena aku belum punya keberanian untuk pergi kesana.
“ Gimana kalo kita pergi kesana
pura-pura beli apa gitu. Kan itu toko, jadi santai aja. “ Bahtor memberikan
usul.
“ Naaaah.. Mantap Tor ! Daripada
jauh-jauh kesini gak dapet apa-apa” Imbuh Rojek.
“ Yaudah, aku ngikut aja deh.”
Jawabku sambil mengumpulkan keberanian.
Lalu kami bergegas menuju toko itu.
Toko itu letaknya persis di depan rumah Vita. Dan aku yakin toko itu adalah
milik kelurganya. Dengan keberanian yang seadanya kami pergi kesana.
“ Permisi !! “
“ Iya dek ? ada yang bisa saya bantu
?” Tiba-tiba muncul bapak-bapak berkumis tebal dan terlihat sangar dengan suara
yang besar dan garang. Hal itu menambah ketakutan kami.
“ Mau beli roti pak “ Jawan Bahtor.
“ Iya silakan dipilih “
Lalu kami memilih beberapa roti,
membayarnya dan pergi. Kami ketakutan. Kami mengira bahwa dia adalah Ayahnya
Vita.
“ Buset kaget banget “ Kepet berkata
dengan nada ketakutan.
“ Bapaknya sangar bener, gak
berani-berani lagi deh kesini.” Tambah Rojek.
“ Iya, garang kaya gitu. Padahal
anaknya gak garang, tapi bapaknyaa…. Hiiiii ngeri. “ Bahtor ikut komentar.
Gak kebayang nih ketemu bapaknya
lagi. Kalo diajak bicara gimana nih. Kalo ngejekin Vita bisa dihajar
habis-habisan sama bapaknya. Akhirnya kami pulang dengan mengetahui bahwa
bapaknya Vita garang. Hal itu membuat kami kapok untuk mau pergi kesana lagi.
Seninnya ketika ke sekolah aku jadi
gimana gitu sama Vita. Aku merasa ada yang aneh dari Vita. Tiba-tiba dia datang
dan menghampiriku dengan Bahtor.
“ Kamu kemarin ke rumahku yaaa ? “
Tanyanya dengan nada yang agak mengejek.
“ Iya Vit hehehe… kok kamu tau ? “
Aku balik nanya.
“ Bapakku yang bilang.”
“ Loh kok bapakmu tau ? tau darimana
?” Aku terheran-heran.
“ Yaaaa… ada deh…”
“ Ya iyalah pak Sarmin tau pasti
lah…” Bahtor menyela.
Pak Sarmin ? itukah nama bapaknya
Vita ?
“ Huuussssttt…… !!! “ Vita mencoba
mendiamkan Bahtor.
“ Sarimin pergi ke pasar… teng tong
teng tong teng….” Bahtor mengejek Vita sambil memperagakan tingkah laku topeng
monyet. Aku ikut tertawa dan ikut mengejek Vita. Lalu Vita pergi dengan muka
yang merah. Aku pikir dia marah. Tapi aku tidak tau juga. Mungkin karena ejekan
itu. Atau mungkin juga hal lain yang tidak aku mengerti.
Keesokan harinya aku menjumpai Vita dengan sikap yang aneh. Tidak seperti biasanya dia biasa datang ke bangku dekatku, ngobrol dan bercanda ria. Hari ini dia diam dan nampak menjauhiku. Aku tidak tau mengapa. Hari itu aku merasa sedih.
Sore harinya, aku
mencoba sms dia. Tapi tak ada balasan darinya. Aku bingung, apakah aku sudah memperlakukan salah kepada dia ? apakah aku menyakiti hatinya ? Apakah aku…? Apakah aku…? Aku bingung. Hari berikutnya, sikap Vita selalu sama. Sikapnya begitu dingin terhadapku. Kini aku sudah tidak pernah berbincang-bincang dengannya, bercanda ria dengannya.
mencoba sms dia. Tapi tak ada balasan darinya. Aku bingung, apakah aku sudah memperlakukan salah kepada dia ? apakah aku menyakiti hatinya ? Apakah aku…? Apakah aku…? Aku bingung. Hari berikutnya, sikap Vita selalu sama. Sikapnya begitu dingin terhadapku. Kini aku sudah tidak pernah berbincang-bincang dengannya, bercanda ria dengannya.
Hari ini, yaitu dimana aku sudah
kelas 3 SMP, sikapnya masih tetap dingin terhadapku. Semenjak kejadian itu aku
tidak pernah berbincang dan bercanda dengannya lagi. Entah perbuatan apa yang
aku lakukan hingga sampai mengakibatkan kejadian seperti ini. Aku kangen. Aku
kangen Vita yang dulu, yang biasa bercanda ria bersamaku. Menjalani kehidupan
sekolah yang menyenangkan bersamanya. Kini aku sudah mendengar bahwa dia sudah
punya seorang pacar dari kelas non regular. Aku berharap semoga dia bahagia
dengannya. Aku berharap dia akan senang. Hanya saja aku ingin tau apa salahku
hingga dia bersikap seperti ini. Sampai sekarang aku tidak pernah tau apa
penyebabnya. Yang bisa aku lakukan adalah memendam rasa ini sedalam mungkin.
Tidak mungkin dia menyukaiku lagi tidak mungkin aku bisa mendapatkan cintanya.
Harapanku aku bisa tau kesalahanku dan mampu memperbaikinya hingga membuatmu
bisa kembali lagi seperti Vita yang aku kenal dulu.