Minggu, 12 Februari 2017

Pangeran Unyeng-unyeng 3 “Misteri Vita (part 2)”


Vita, perempuan manis tanpa kumis. Matanya yang menebarkan pesona tersendiri ditambah senyum indahnya tak ada yang menduga bahwa ku telah jatuh cinta. Lesung pipitnya menambah kesempurnaanya. Sikapnya yang lembut, penuh dengan kepedulian membuat dia menjadi sosok yang istimewa bagiku. Dan tak pernah ku menduga akan menjadi cerita panjang seperti ini.
            Berawal dari sms ku, hingga membuat mading (majalah dinding) serta puisi buatanku, membuatku semakin dekat dengan Vita. Hari-hari ku kini hanya untuk memikirkannya. Tidak ada tujuanku selain terus dekat dengannya. Ketika sekolah bubar, aku ingin segera masuk kembali hanya untuk melihat senyumnya. Semua hal aku lakukan supaya terus dekat dengannya. Seperti halnya mengikuti ekstra kulikuler (Ekskul) yang sama dengannya.
            Vita adalah seorang yang pandai bermain volley. Ketika SD, dia sering mengikuti turnamen dan kejuaraan. Bahkan dia mengikuti salah satu klub volley di daerahnya. Tubuhnya yang tinggi menambah keunggulannya dalam bermain volley. Di sekolah pun dia ikut ekskul volley. Karenanya aku juga mengikuti eksul volly. Meskipun aku jarang mengikuti kompetisi volly, aku juga lumayan dalam bermain volly. Namun, karena tubuhku yang kurang tinggi untuk ukuran seorang laki-laki, membuatku jarang dipanggil untuk mengikuti kompetisi. Dan saat ini, aku tidak peduli tentang masalah itu, sekarang yang penting adalah bagaimana caranya aku bisa terus dekat dengan vita.
            Di sekolahku biasanya selesai pukul 13.00 dan dilanjutkan dengan tambahan materi sampai pukul 15.00. Lalu setelah itu, baru ada kegiatan ekskul. Maklum, sekolahku akan memasuki jenjang internasional sehingga sekolah pun harus lebih produktif dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Ekskul volly diadakan setiap hari selasa dan kamis. Dan di hari itu aku selalu senang karena bisa melihat Vita lebih lama. Dan selama ini, aku selalu memperhatikan dia, setiap pulang ekskul, dia selalu menunggu ayahnya menjemput, kadang sampai hampir maghrib dia menunggu. Suatu ketika aku mencoba untuk menemaninya hingga pulang. Dan mulailah perbincangan diantara kami.
            “Masih belum pulang Vit ?” Tanya ku membuka pembicaraan.
            “Iya Off, masih nunggu jemputan.” Jawabnya.
            “La biasanya di jemput juga ?” Tanyaku lagi.
            “Kalo hari-hari biasanya naik bis, kan kalo udah sore begini gak ada bis yang lewat, jadi aku minta ayahku jemput.” Jelasnya.
            “Owalah….” Lalu aku terdiam. Disana hanya ada kami berdua, semua sudah pulang, di tempat itu tepatnya di depan sebuah toko di dekat sekolah.
            “Kok, kamu belum pulang juga Off ?” Tanyanya kepadaku.
            “Aku juga nunggu jemputan juga Vit.” Jawabku, memang sengaja aku meminta dijemput supaya bisa menemani Vita.
            “Tumben gak naik sepeda?” Tanyanya lagi.
            “Ehhhh hhhmmmmm….. itu ban sepedaku bocor.” Jawabku sekenanya, supaya dia tidak menduga bahwa aku hanya ingin menemaninya.
            “Ooh…”
            Sampai hampir maghrib akhirnya ayahnya Vita datang.
            “Eh, aku duluan ya Off, itu Ayahku sudah datang.”
            “Ii…yaa Vit, hati-hati.”
            “Iya Off.”
            Sore itu begitu senang bisa seharian memandangi Vita. Aku merasa hari ini adalah hari paling dekat dengannya. Dimana aku bisa bercakap-cakap. Dari pagi sampai siang di kelas, ketika tambahan kelas, dan ketika kegiatan ekskul. Begitu terbayang-bayang dirinya dibenakku. Hingga aku tak bisa berkonsentrasi lagi.
            Setelah hari itu, aku merasa semakin dekat dengan Vita. Semakin lama aku semakin intensif dalam berkomunikasi. Baik itu bercanda di dalam kelas maupun lewat sms. Ada saja yang kami bahas, mulai dari mengerjakan PR, hingga candaan-candaan yang menggelitik. Aku semakin senang dengan keadaan ini. Dan aku berpikir bahwa dia memiliki rasa yang sama denganku. Semoga saja cintaku tidak bertepuk sebelah tangan.
            Suatu ketika di sore hari yang lumayan cerah, Bahtor mendatangiku dirumah. Dia mengendarai sebuah sepeda gunung yang sudah lumayan reyot. Ditambah badannya yang tinggi besar membuat sepeda itu seperti tidak kuat mengankat tubuh Bahtor. Entah apa gerangan dia datang ke rumahku sore-sore begini.
            “Off, ayo ikut aku !” Ajaknya tanpa basa-basi terlebih dahulu.
            “Ngapain ? Kemana ?” Aku bertanya kebingungan, seribu pertanyaan mengantri di otakku.
            “Ayo udah ikut aja ! “ Bahtor bersikeras mengajakku.
            “Kemana dulu ? Ntar kamu ajak aku ke rumah orang gila kaya kemaren ?” Aku berusaha supaya dia buka mulut.
            “Ayo aku ajak ketemuan dengan Wiyan, di jembatan situ.” Bahtor menjawab pelan, supaya tidak ada yang mendengar walaupun disini tidak ada siapa-siapa kecuali aku.
            “Yaelah, modus ini namanya. Obat nyamuk lah aku ini.” Aku mencoba menghindar
            “Ada Vita lo.” Dia berbisik sambil memperlihatkan mukanya yang komyol itu.
            “Hmmmmmm….. bentar aku pikir dulu.” Aku berlagak sok jual mahal.
            “Ayolaaaaah.” Dia memelas.
            “Yaudah deeh ayo, aku gak tega lihat wajahmu yang konyol kaya orang gila yang memelas gini.”
            Aku pun bergegas menuju jembatan dekat rumahku. Jembatan yang cukup besar dan angker kalau malam hari. Jaraknya tidak cukup jauh, sekitar 5 menit dari rumahku dengan menaiki sepeda.
            Sesampainya disana, tidak ada siapa-siapa. Aku menunggu disana sekitar 10 menit. Lalu muncullah 2 orang cewek mengendarai sepeda motor. Wiyan mengendarai motor matic dengan model jadul dan penampakan yang kotor, mungkin habis dipakai di sawah kali ya. Lalu Vita mengendarai sepeda motor tua, yang mengeluarkan asap begitu banyak dibelakangnya, menandakan bahwa motor itu masih memakai mesin 2 tak.
            Sejujurnya aku tidak tau apa tujuan Bahtor bertemu dengan mereaka. Aku hanya diajak saja dan aku mengiyakan, supaya aku bisa bertemu dengan Vita. Di jembatan sana kami hanya berbincang basa-basi, bercanda, dan ngobrol biasa. Tidak ada sesuatu yang aneh. Mungkin ini adalah taktiknya Bahtor untuk mendapatkan perhatian Wiyan, yang dia sukai tapi kayaknya Wiyan gak suka sama dia. Setelah kami berbincang-bincang cukup lama, sekitar 30 menit, mereka mengajak untuk pulang.
            “Yaudah yaa aku sama Vita balik dulu.” Daaaaa
            “Yaudah hati-hati yaaaa.” Sambut kami.
            Brreeeekkkkkk…. Breeeeekkkkkk…… Breeeeekkkkkk……
            Motornya Vita mogok dan gak bisa dinyalain. Wah masalah nih kalo kaya gini. Gimana Vita pulangnya. Kulihat wajahnya juga kelihatan panic.
            “Aduuuuuhhhh….. kenapa juga ini motor.” Dia kebingungan.
            “Waduh  gak tau nih.” Bahtor menjawab.
            “Businya mungkin.” Jawabku sekenanya.
            “Yaudah Off coba dicek.”
            Modyaaaar. Aku hanya menjawab sekenanya dan sebenarnya aku tidak tau apa-apa. Dengan gaya sok tau aku mencoba mengecek motornya.
            “Udah bener ini, coba kamu nyalain tor, kayaknya Vita gak kuat tadi.” Aku meminta Bahtor menyalakan motor.
            Grreeeeengggg….. Grreeeeengggg….. Grreeeeengggg…..
            Alhamdullillah…… akhirnya bisa juga, dengan gaya sok cool aku menghampiri Vita.
            “Makasih ya tor, Off. Aku pamit dulu yaaa.” Dia langsung minta pamit supaya motornya gak mogok lagi.
            “Iya Vit, hati-hati yaa, kalo motornya mogok lagi, telpon aku aja hehehe.”
Candaku.
            Vita dan Wiyan pun pulang. Dengan kepulangan mereka aku menjadi tau, apa sebenarnya tujuan dari Bahtor. Bahwa dugaanku sebelumnya tepat, dia hanya mencari perhatian Wiyan.
            Setelah kejadian disore itu, aku semakin hari semakin intensif berkomunikasi. Sering bercanda, dan bahkan Vita sering curhat masalah keluarganya dan teman-temannya. Bagaimana kesehariannya. Dan akhirnya aku tau seluk-beluknya. Kini aku sudah paham apa yang dia rasakan. Dan mungkin saja apa yang dia rasakan adalah sama seperti apa yang aku rasakan, semoga saja……

0 komentar: